Sabtu, 24 Januari 2009

KPK versus DPR
Oleh : Yudikrismen

Ketika KPK (komisi Pemberantasan Korupsi) menangkap Al Amin Nur Nasution anggota Komisi IV DPR-RI hari Rabu tanggal 09 april 2008 dini hari dan dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan pengalihfungsian hutan lindung seluas 7.300 hektar di Pulau Bintan Kepulauan Riau, ternyata permsalahan itu tidak selesai sampai disitu saja. Tindak lanjut dalam proses penyidikan perkara diduga suap untuk meloloskan pengalihfungsian hutan lindung tersebut ternyata pihak KPK untuk membuat terang suatu perkara akan melakukan langkah-langkah penyidikan perkara yaitu Penggeledahan ruang kerja anggota Komisi IV DPR-RI tahun 2004-2009 Al Amin Nur Nasution yang dapat pertentangan dari ketua DPR Agung Laksono dan didukung oleh Pimpinan fraksi, Komisi III dan Badan Kehormatan DPR.
Langkah penggeledahan yang akan dilakukan oleh KPK diruang kerja Al Amin Nur Nasution tersebut adalah salah satu Upaya Paksa dalam proses penyidikan perkara, antara lain rangkaian dari Upaya Paksa dalam proses penyidikan perkara adalah : Pemanggilan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan dan Penyitaan, sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kuhap dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Untuk langkah pertama yaitu pemanggilan akan dilakukan apabila ada laporan terlebih dahulu, lain dengan perkara yang ditangani KPK sekarang ini, laporan tidak ada dan tindak pidana suap atau gartifikasi ditemukan langsung oleh pihak penyidik KPK dengan tertangkap tangan anggota komisi IV DPR-RI yang menggurusi masalah kehutanan, diduga menerima uang untuk meloloskan pengalihfungsian hutan lindung di Pulau Bintan Kepulauan Riau di sebuah hotel dari Sekda Kabupaten Bintan.
Setelah tersangka tertangkap tangan, maka proses selanjutnya adalah dilakukan penahanan atas diri tersangka Al Amin Nur Nasution beserta Sekda Kab. Bintan Kepulauan Riau diikuti dengan pencarian bukti-bukti untuk membuat terang perkara sampai pada tingkat penuntutan serta pemeriksaan perkara disidang Pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi) yaitu dengan melakukan langkah penggeledahan kantor tersangka Al Amin Nur Nasution di gedung Bundar DPR-RI di jakarta untuk dilakukan Penyitaan Barang Bukti yang terkait dengan perkara Gratifikasi serta Suap dalam hal meloloskan pengalihfungsian hutan lindung di Pulau Bintan kepulauan Riau seluas 7.300 hektar tersebut.
Kalau menurut ketentuan Kuhap, langkah-langkah yang dilakukan oleh KPK tersebut sudahlah benar, tetapi dalam hal pelaksanaannya harus ada ijin secara tertulis kepada Ketua DPR-RI yang mengepalai lembaga legislatif. Hal itupun sudah dilakukan oleh KPK. Tetapi tindakan yang dilakukan oleh KPK tersebut tetap dilakukan penolakan oleh Ketua DPR-RI dengan mengatakan bahwa penggeledahan dilakukan KPK tanpa diketahui oleh pimpinan KPK dengan didukung oleh Pimpinan fraksi, Komisi III dan Badan Kehormatan DPR, tetapi hal itu spontan dibantah oleh KPK dengan mengatakan bahwa KPK sudah mengantongi izin dari Pengadilan Tipikor dan tidak perlu lagi izin tertulis dari ketua DPR-RI.
Dengan tetap dijadwalkannya penggeledahan ruang kerja anggota DPR, Al Amin Nur Nasution pada hari senin tanggal 28 april 2008 oleh KPK, Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan bahwa KPK adalah bukanlah lembaga superbody dengan kewenangan kuat tetapi adalah lembaga lex spesialis, dilain hal kenapa KPK dikatakan lembaga superbody? mungkin karena KPK bekerja dari mulai proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan masih tetap satu payung yang seharusnya mungkin untuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi harus dipisahkan dengan KPK itu sendiri. Jadi tidak ada praduga bahwa setiap orang yang sudah dijatuhkan status tersangka oleh KPK mulai dari proses penyidikan, penuntutan sampai kepemeriksaan disidang pengadilan tidak ada upaya yang bisa dilakukan oleh tersangka itu sendiri, dan seolah-olah apabila sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK maka pupuslah harapan tersangka untuk memperjuangkan nasibnya karena pasti akan divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, karena KPK tidak pernah mengabulkan Permohonan penangguha penahanan tersangka apalagi untuk men SP3 kan perkara.
Pembenaran yang dilakukan oleh DPR atas tindakan KPK diberikan komentar oleh Wakil Badan Kehormatan DPR Topane Gayus Lumbuun bahwa KPK tidak akan mungkin mengenyampingkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kuhap dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK tetapi dalam melaksanakan tugas KPK haruslah memerhatikan dan membangun etika hukum.(etika hukum yang seperti apa?)
Tidak DPR saja yang ikut berkomentar tentang kasus suap Al Amin Nur Nasution yang ditangani oleh KPK tetapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melemahkan penanganan korupsi yang dilakukan oleh KPK tersebut dengan mengatakan bahwa aspek pendidikan harus ditekankan sebelum penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Dan beredar juga suara-suara bahwa kewenangan yang dberikan kepada KPK adalah sangat berlebihan maka perlu untuk di bonsaikan atau lebih ekstrim lagi bahwa bubarkan saja KPK. Tetapi apakah iya kita akan bubarkan KPK? Sebuah lembaga independen dan dibentuk khusus untuk melakukan pemberantasan korupsi dengan mencontoh negara Korea serta Jepang yang sudah dahulu berhasil dalam hal pemberantasan korupsi dengan lembaga ad hoc nya.
Kalau kita lihat sebenarnya kejahatan korupsi ini adalah salah satu kejahatan kerah putih (white collar crime) yang merugikan keuangan negara yang berimplikasi kepada kesengsaraan rakyat, karena uang yang dikorupsi tersebut seharusnya dipergunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat tetapi malah dalam pelaksanaannya dilakukan penyimpangan oleh pejabat penyelenggara negara dengan menyalah gunakan kewenangan/jabatannya (Abuse of Power).
Dengan demikian pejabat negara yang terpilih dari yang dipilih oleh rakyat seharusnya sebelum duduk untuk menjabat sebuah jabatan yang diamanahkan oleh rakyat harus sudah mengetahui dan wajib tahu tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang terutama Korupsi, karena Korupsi hanya bisa dilakukan oleh orang yang mengemban jabatan dalam sebuah lembaga atau Institusi, jadi sudah benar semua tindakan yang dilakukan oleh KPK dalam hal penanganan perkara sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kuhap dan UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. Dan tidak perlu lagi di counter oleh DPR ya legowo sajalah, atau memang di DPR tersebut sudah terjangkit semua dengan penyakit yang namanya Korupsi? Karena DPR sebagai wakil rakyat yang akan menyuarakan suara-suara rakyat dari hasil pilihan rakyat itu sendiri, tetapi DPR seakan-akan tidak bergeming dengan penderita yang dialami oleh rakyat sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar